Senin, 02 Februari 2009

Hak dan Kewajiban Lembaga-Lembaga Negara

RANGKUMAN MATERI

Lembaga-lembaga negara atau kelengkapan negara menurut UUD 1945 hasil amandemen adalah sebagai berikut :
1. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
MPR terdiri dari anggota DPR dan anggota DPD yang dipilih secara langsung. Pasal 3 UUD 1945 menyebutkan kewenangan MPR sebagai berikut:
a. Mengubah dan menetapkan UUD
b. Melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden
c. Henya dapat memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut UUD


2. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
 Tugas-tugas DPR adalah sebagai berikut:
a. Membentuk undang-undang
b. Membahas rancangan RUU bersama Presiden
c. Membahas RAPBN bersama Presiden
 Fungsi DPR adalah sebagai berikut:
a. Fungsi legislasi berkaitan dengan wewenang DPR dalam pembentukan undang-undang
b. Fungsi anggaran, berwenang menyusun dan menetapkan RAPBN bersama presiden
c. Fungsi pengawasan, melakukan pengawasan terhadap pemerintah
 DPR diberikan hak-hak yang diatur dalam pasal-pasal UUD 1945, antara lain:
a. Hak interpelasi, hak DPR untuk meminta keterangan pada presiden
b. Hak angket, hak DPR untuk mengadakan penyelidikan atas suatu kebijakan Presiden/ Pemerintah
c. Hak menyampaikan pendapat
d. Hak mengajukan pertanyaan
e. Hak Imunitas, hak DPR untuk tidak dituntut dalam pengadilan
f. Hak mengajukan usul RUU

3. Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
Anggota DPD dipilih dari setiap propinsi melalui pemilu. Anggota DPD dari setiap propinsi jumlahnya sama dan jumlah seluruh anggota DPD itu tidak lebih dari sepertiga jumlah anggota DPR. Lembaga DPD bersidang sedikitnya sekali dalam se-tahun.

4. Presiden
Hasil amandemen UUD 1945 tentang kepresidenan berisi hal-hal berikut:
a. Presiden dipilih rakyat secara langsung
b. Presiden memiliki legitimasi (pengesahan) yang lebih kuat
c. Presiden setingkat dengan MPR
d. Presiden bukan berarti menjadi dictator

5. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
BPK adalah salah satu badan bebas dan madiri yang diadakan untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara. Anggota BPK dipilih oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD dan diresmikan oleh presiden.

6. Kekuasaan Kehakiman
Pasal 24 UUD 1945 menyebutkan bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hokum dan keadilan. Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh:
a. Mahkamah Agung (MA)
Tugas MA adalah mengawasi jalannya undang-undang dan memberi sanksi terhadap segala pelanggaran terhadap undang-undang.
b. Mahkamah Konstitusi (MK)
Kewenangan MK adalah sebagai berikut:
1. Berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir
2. Menguji undang-undang terhadap UUD
3. Memutuskan sengketa lembaga negara
4. Memutuskan pembubaran partai politik
5. Memutuskan perselisihan tentang hasil pemilu

c. Komisi Yudisial (KY)
Lembaga ini berfungsi mengawasi perilaku hakim dan mengusulkan nama calon hakim agung. Lembaga ini berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung.





Selengkapnya...

Grasi, amnesti, rehabilitasi

Grasi, Amnesti dan Abolisi

Grasi, Amnesti dan Abolisi adalah upaya- upaya non hukum yang luar biasa dalam arti, pada hakekatnya mereka bukanlah suatu upaya hukum. Upaya hukum sudah berakhir di pengadilan atau Mahkamah Agung.


Grasi praktis dikenal dalam seluiruh sistem hukum di seluruh dunia, diberikan oleh presiden dalam kedudukannya sebagai kepala negara, yang sebenarnya merupakan tindakan non- hukum yang didasarkan pada hak prerogatif seorang kepala negara. Grasi bersifat pengampunan berupa pengurangan pidana (stafverminderend) atau memperingan hukuman pidana bahkan juga penghapusan pelaksanaan pidana yang telah diputuskan lembaga hukum. Grasi bisa diajukan oleh terpidana kepada presiden, bukan melulu inisiatif dari presiden.

Dalam UUD Pasal 14 ayat 2 (yang telah diamandemen) dikatakan:

1. Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan mempertimbangkan Mahkamah Agung.

2. Presiden memberikan Amnesti dan abolisi dengan mempertimbangkan Dewan Perwakilan Rakyat.

Amnesti berarti ditiadakannya akibat hukum dari delik tertentu atau dari sekelompok delik demi kepentingan terdakwa, si tersangka dan mereka yang belum diadili untuk meniadakan akibat hukum dari delik- delik yang dimaksud. Pemberian amnesti adalah ‘ante sententiam’ yaitu sebelum putusan hakim dibacakan. Pada umumnya amnesti bertalian dengan soal politik, sehingga DPR perlu dilibatkan.
Abolisi adalah tindakan yang meniadakan atau menghapus bukan saja hal yang bertalian dengan pidana atau hukuman, tetapi juga yang menyangkut akibat- akibat hukum pidana yang ditiadakan seperti putusan hakim atau vonis. Abolisi berkaitan dengan semboyan romawi “Deletio, oblivio vel extinctio accusationis” yang berarti meniadakan, melupakan dan menghapuskan soal tuduhan, sehingga termasuk proses ante sententiam, pra keputusan pengadilan.
Selengkapnya...

Sejarah Demokrasi

Sejarah dan Perkembangan Demokrasi

Istilah "demokrasi" berasal dari Yunani Kuno yang diutarakan di Athena kuno pada abad ke-5 SM. Negara tersebut biasanya dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan perkembangan sistem "demokrasi" di banyak negara.


Kata "demokrasi" berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini menjadi wajar, sebab demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu negara.

Demokrasi menempati posisi vital dalam kaitannya pembagian kekuasaan dalam suatu negara (umumnya berdasarkan konsep dan prinsip trias politica) dengan kekuasaan negara yang diperoleh dari rakyat juga harus digunakan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.

Prinsip semacam trias politica ini menjadi sangat penting untuk diperhitungkan ketika fakta-fakta sejarah mencatat kekuasaan pemerintah (eksekutif) yang begitu besar ternyata tidak mampu untuk membentuk masyarakat yang adil dan beradab, bahkan kekuasaan absolut pemerintah seringkali menimbulkan pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia.

Demikian pula kekuasaan berlebihan di lembaga negara yang lain, misalnya kekuasaan berlebihan dari lembaga legislatif menentukan sendiri anggaran untuk gaji dan tunjangan anggota-anggotanya tanpa mempedulikan aspirasi rakyat, tidak akan membawa kebaikan untuk rakyat.

Intinya, setiap lembaga negara bukan saja harus akuntabel (accountable), tetapi harus ada mekanisme formal yang mewujudkan akuntabilitas dari setiap lembaga negara dan mekanisme ini mampu secara operasional (bukan hanya secara teori) membatasi kekuasaan lembaga negara tersebut.

Selengkapnya...